Pengertian
Alih Teknologi
Tentang istilah “alih” atau “pengalihan” merupakan
terjemahan dari kata transfer. Sedang
kata transfer berasal dari bahasa latin transfere yang berarti jarak lintas
(trans, accross) dan ferre yang berarti memuat (besar). Kata alih atau
pengalihan banyak dipakai para ahli dalam berbagai tulisan, walaupun adapula
yang menggunakan istilah lain seperti “pemindahan” yang diartikan sebagai
pemindahan sesuatu dari satu tangan ke tangan yang lain, sama halnya dengan
pengoperan atau penyerahan. Pendapat inilah yang menekankan makna harfiahnya,
pendapat lain dengan istilah “pelimpahan” sedangkan para ahli menghendaki makna
esensinya dengan memperhatikan insir adaptasi, asimilasi, desiminasi atau
difusikannya obyek yang ditransfer (teknologi).
Apa yang dikemukakan Marzuki pada definisi teknologi di
atas memang tepat karena technical know-how merupakan sesuatu yang
menentukan bagi terciptanya peralatan guna memproduksi barang dan jasa. Dapat
dikemukakan bahwa technical know how itulah yang memungkinkan terciptanya
alat-alat itu. Sehingga
dapat ditarik kesimpulan berdasarkan apa yang dikemukakan Marzuki tersebut
bahwa alih teknologi sebenarnya alih mengenai technical know-how, yaitu rahasia
dibalik peralatan untuk memproduksi barang dan jasa.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2005
definisi alih teknologi dikemukakan sebagai berikut:
“ Alih teknologi adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang
berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke
dalam negeri atau sebaliknya.”
Pengaturan
Alih Teknologi secara Internasional dan Nasional
a.
Pengaturan pada TRIPs
Merujuk Pasal 7 dan Pasal 8, dapat
ditafsirkan bahwa persoalan alih teknologi menjadi perhatian utama dalam TRIPs.
Ketentuan pasal 7 secara tegas mengatakan pentingnya alih teknologi bagi
peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi dari negara peserta TRIPs. Pasal 8
lalu menekankan pada perlunya perlindungan pada kesejahteraan masyarakat dan
gizi, serta untuk menggalakkan sektor-sektor yang vital untuk kepentingan
publik, yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan teknologi dan sosio
ekonomis negara peserta TRIPs.
b.
Pengaturan pada Ketentuan Hukum di Indonesia
Ketentuan mengenai alih teknologi lebih
jauh terdapat dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Undang-undang yang mulai berlaku sejak 29 juli 2002 tersebut menyatakan bahwa
alih teknologi merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badán, atau orang, baik yang berada di
lingkungan dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri
dan sebaliknya.
Terkait dengan alih teknologi dalam
lingkup HKI, Pasal 17 menyebutkan bahwa kerja sama internasional dapat
diusahakan oleh semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
meningkatkan alih teknologi dari negara-negara lain serta meningkatkan
partisipasi dalam kehidupan masyarakat ilmiah internasional. Ketentuan ini
lantas dipertegas melalui pasal 23 yang menyatakan bahwa Pemerintah menjamin
perlindungan bagi HKI yang dimiliki oleh perseorangan atau lembaga sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-undang
No. 14 Tahun 2001 tidak secara eksplisit menyatakan perlunya alih teknologi.
Meskipun begitu, keberadaan ketentuan mengenai lisensi paten dalam
undang-undang ini secara tidak langsung telah mengamanatkan upaya alih
teknologi melalui pemberian lisensi paten.
Ketentuan dan Syarat pada Alih
Teknologi
Penyerahan
suatu atau beberapa hak teknologi (lisensi) dari lisencor kepada lisencee
perlu ditundukkan pada sejumlah ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi oleh
kedua belah pihak[8] karena
dalam ketentuan dan syarat tersebut masing-masing menentukan “bussiness expectation” dari komitmen
hukum yang diperjanjikan. Melalui ketentuan dan syarat tersebut hak (keuntungan
yang diharapkan) dan kewajiban (pengorbanan) masing-masing pihak ditetapkan
seimbang dan adil.
Diantara
berbagai ketentuan dan syarat tersebut yang perlu mendapat perhatian utama
diantaranya:
a.
Eksklusifitas
atau non-eksklusifitas
Pemberian dan penerimaan
lisensi dapat bersifat eksklusif dan non-eksklusif, dapat ditinjau dari segi lisencor atau lisencee dengan kepentingan yang berbeda-beda. Untuk kepentingan
pemasaran yang luas, Licensor biasanya menghendaki pemberian lisensi yang
non-ekslusif, sehingga lisensi itu dapat digunakan oleh lebih banyak lisencee.
b.
Pembatasan
jenis kegiatan
Biasanya lisensi tidak diberikan tanpa batas, dan
pembatasan tersebut dapat ditentukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut
diantaranya:
1) Lisencee dapat menerima hak
know how untuk memproduksi serta menggunakan merek dagang untuk menjual produk
yang bersangkutan.
2) Lisencee dapat menerima hak
know how untuk memproduksi, tetapi hak menggunakan merek dagang diberikan
kepada Licensee lain guna memasarkannya.
3) Lisencee hanya mendapatkan hak
untuk menggunakan merek perusahaan dalam menjalankan usahanya sendiri.
Lisencee
tergantung dari keadaan, bahkan dapat menerima hak know how, hak untuk
mengembangkan, hak untuk memasarkan, termasuk mengekspor ke wilayah hukum lain.SUMBER : http://kurniowen.blogspot.com/2012/06/kontrak-lisensi-alih-teknologi-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar